Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN (Gagasan Solutif MBG Partisipatif-Berkeadilan)

Oleh : Muda Mahendrawan

(Foto: rripontianak)

Gebrakan kebijakan efisiensi anggaran sebesar Rp306 triliun di APBN 2025, saat 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran, direspon beragam reaksi dan persepsi . Wajar saja, sebab langkah efisiensi ini merevisi dan me-refocusing anggaran cukup besar.
Target efisiensi hingga Rp306 triliun itu dialihkan ke program prioritas sesuai visi misi Astacita Presiden Prabowo seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Program Swasembada  Pangan dan Energi, Program 3 Juta Rumah Rakyat, Pemeriksaan Kesehatan Gratis, dan perkembangan terakhir rencana Presiden Prabowo akan ada kebijakan efisiensi belanja tahap kedua untuk suntikan permodalan BPI Danantara yang baru saja resmi berdiri.
Secara prinsip langkah kebijakan Presiden Prabowo ini justru sebuah momentum tepat melindungi kepentingan rakyat dengan mencegah pemborosan, mubazir dan celah kebocoran.
Tekad dan keteguhan Presiden Prabowo ini sejalan dengan jajak pendapat Litbang Kompas pada 3 hingga 6 Februari, dimana 73,3 persen responden publik menilai pengeluaran/belanja pemerintah selama ini belum efisien.

Perkuat Efektifitas & Dampak (outcome)

Dinamika respon publik terkait efisiensi anggaran terlihat lebih banyak sorotan terhadap reaksi atas ‘pengalihan’ anggaran untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan sasaran siswa-siswi seluruh Indonesia yang telah diujicoba pada Januari lalu di 26 provinsi dengan alokasi Rp171 triliun dan dikelola Badan Gizi Nasional.
Tantangan program MBG yaitu tata kelola implementasinya, seperti sebaran sasaran, skema, persyaratan dan sistem prosedur teknis , standar, dan kesiapannya lainnya. Sehingga berbagai respon menyangsikan implementasi MBG ini akan optimal pun muncul.
Tak sedikit pula netizen menyangsikan  program MBG ini terutama sejauh mana dampak implementasi program ini. Program MBG diibaratkan jadi sebuah ‘pertaruhan’ kepercayaan publik terhadap program prioritas pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.

Keberpihakan Kepada Pelaku Usaha Mikro

BGN perlu memperhatikan berbagai aspek secara holistik terutama aspek tantangan geografis, aspek sosial budaya dan kearifan lokal. Faktor paling utama bagaimana tingkat perlibatan atau partisipasi dari berbagai elemen lapisan masyarakat karena akan menjadi kunci keberhasilan program ini.
Misalnya mitra-mitra penyedia (catering) benar-benar akan terdistribusi melibatkan pelaku usaha mikro-kecil secara luas dan berkeadilan.
Kemudian skema prosedur proses pencairan uang yang mana tanpa uang muka ke pihak mitra ini juga tentu akan memberatkan bagi pelaku usaha mikro menalangi dulu kebutuhan menyediakan MBG.
Lalu, skema persyaratan standar tiap dapur melayani untuk 3000 porsi MBG juga banyak mengundang kekhawatiran akan ketidakmampuan pelaku usaha mikro yang menjadi mitra  bisa memenuhi karena alasan permodalan.
Faktor-faktor itu menjadi kendala untuk menjamin dan meyakinkan publik bahwa program MBG ini akan punya komitmen  keberpihakan dengan para pelaku usaha mikro calon mitra penyedia (cattering) agar berdampak luas dan berkeadilan.

Prioritas Sasaran Pedesaan & Skema Tata Kelola

Masih perlu pembahasan mendalam untuk mengevaluasi strategi regulasi tata kelola yang mendasari skema dan prosedur teknis program MBG oleh pihak BGN selaku pengelola untuk eksekusi program ini.
BGN tentu menyadari sepenuhnya berhasil atau tidaknya Program MBG mencapai dampak (outcome) optimal yang ditargetkan  akan menguatkan legitimasi kebijakan program MBG dari publik luas, sebaliknya implementasi program MBG cukup rentan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan dan kepercayaan publik luas terhadap program prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Penulis menyarankan BGN perlu melakukan evaluasi perencanaan lebih komprehensif, holistik dan inklusif program MBG terutama terkait sistem prosedur tata kelola, persyaratan teknis, skema atau model pengadaan barang dan jasa untuk penyedia jasa MBG dari pelaku mikro kecil.
Penulis menyarankan lembaga PKK desa dan Bumdes lebih tepat karena selain organisasinya sudah lebih siap, apalagi di dalam PKK desa pengurus dan anggotanya di dalamnya sudah terkolaborasi selain istri kades, perangkat desa, guru, bidan, perawat, kader-kader posyandu, kader lansia, tokoh penggerak perempuan di desa, karang taruna nya atau pemuda di desa.
BUMDes bersama Koperasi Desa Merah Putih yang sekarang sedang gencar dilakukan proses pembentukan nya direncanakan menyebar hingga 70 an ribu desa di seluruh Indonesia tentu bisa diperankan untuk menyerap sumber bahan baku seperti beras, sayuran, telur, ayam, daging, ikan dan komoditi pangan lainnya untuk dikelola di Dapur PKK desa distribusi pada tiap jadwal pelaksanaan MBG.

Perlibatan & Partisipasi Elemen Rakyat

Selain itu dengan model sebaran pada tiap desa dan skema swakelola sekaligus menunjukkan bahwa program ini tidak melulu terkesan terlalu sentralistik namun sebaliknya bernafaskan desentralisasi.
Alasannya, akan membuka ruang dan kepercayaan kepada desa-desa dan para kepala daerah untuk bisa melibatkan secara aktif mengawal implementasi program MBG di lapangan sehingga jauh akan lebih ternavigasi dan terkendali.
Kepala daerah dan kades-kades tentu akan berupaya agar program MBG ini berjalan dengan baik dan sesuai rencana karena selain mensukseskan program unggulan presiden, juga dibutuhkan karena  akan mendongkrak pergerakan ekonomi terutama pelaku usaha mikro sektor pangan di desa-desa dan agregatnya akan berdampak ke pengurangan pengangguran dan kemiskinan di kabupaten,kota dan provinsi.         
Semakin banyak dan luas perlibatan dan partisipasi semua elemen di desa menjadi faktor penting dan kunci keberhasilan agar  proses pelaksanaan program MBG bisa berjalan baik, tertib, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan membangun suasana batin yang membahagiakan semua rumah tangga. Peluang usaha baru bagi anak-anak muda dan ibu-ibu di desa-desa juga akan terbuka dari pemenuhan bahan baku yang dibutuhkan.
Terkait beberapa insiden di lapangan seperti keterlambatan distribusi hingga keracunan karena basi dan berbau termasuk mundurnya mitra-mitra penyedia MBG yang terjadi di beberapa daerah belakangan ini perlu menjadi perhatian seksama BGN untuk mulai mengevaluasi secara cermat.
Khusus untuk program MBG bagi sasaran di Pondok Pesantren bisa dibuat skema yang efektif dengan langsung dijalankan secara swakelola oleh pengurus Pondok Pesantren dan sekolah-sekolah swasta dengan asrama, karena selama ini juga telah memiliki dapur-dapur untuk memasak bagi makan para santri yang mondok begitu pula di asrama sekolah swasta.      

Sasaran & Skema MBG di Perkotaan   

Bilamana tahun depan jumlah sasaran penerima untuk keseluruhan siswa, balita, ibu hamil dan ibu menyusui di seluruh indonesia bisa dijalankan karena anggaran mencukupi, maka sebaran desa-desa dari yang paling terjauh lebih dulu.
Selanjutnya titik sasaran sebaran diimplementasikan  untuk sekolah-sekolah di daerah perkotaan (kota-kota), kalau titik sebaran di perkotaan barulah memungkinkan dilakukan dengan skema prosedur pengadaan melalui sistem penawaran tender dalam penunjukkan mitra-mitra penyedia MBG.
Kalau di kota-kota umumnya sudah banyak pelaku-pelaku usaha cattering makanan minuman yang telah berpengalaman selama ini dan sudah punya legalitas perijinan lengkap, namun skema persyaratan standar jumlah porsi untuk tiap Dapur MBG perlu ditinjau ulang untuk direvisi agar tak jadi kendala.  Gagasan pemikiran untuk memulai implementasi MBG diprioritaskan sasaran lebih dulu  ke wilayah pedesaan (kabupaten-kabupaten) sesuai jumlah penerima manfaat tahun ini dengan skema swakelola yang dipercayakan ke PKK desa bersama Bumdesa dan tahun depan baru diperluas sasaran untuk di wilayah perkotaan (kota-kota) dengan skema penawaran tender untuk mitra penyedia akan menjadi langkah solusi bijak, seimbang, memenuhi rasa keadilan dan mampu menavigasi keberhasilan dampak dan target pencapaian implementasi BGM. 

Sistem Informasi Data Berbasis GeoSpasial (GeoPortal MBG)

Penulis menyarankan gagasan Sistem Informasi Data untuk pelaporan, monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan akan lebih  cepat, efektif dan efisien dengan sistem informasi data berbasis peta geospasial (by name, by addres,by coordinate, by picture-foto, dan informasinya). Semua pihak yang diberikan tanggung jawab untuk melaporkan kegiatan di seluruh penjuru Nusantara.
Dengan sistem informasi data berbasis GeoSpasial (GeoPortal MBG) lebih menavigasi semua pihak agar adaptif dan fleksibel dan cepat dalam pengambilan keputusan strategis untuk mengantisipasi berbagai problem kendala di lapangan sehingga meminimalisir kesulitan dan memperkuat tingkat keberhasilan program MBG.

Momentum Solidaritas & Empati Publik 

Tekad, ikhtiar dan pikiran terdalam Presiden Prabowo menghadirkan program Makan Bergizi Gratis ini karena rasa tanggung jawab besar untuk memperkuat SDM anak-anak generasi masa depan indonesia.
Jika dimulai dari wilayah desa-desa optimis akan terbangun persepsi posistif dari publik luas karena terpanggil rasa keadilan semua elemen bangsa sehingga akan perkuat dukungan legitimasi kebijakan yang kokoh terhadap Program MBG.
Pemahaman persepsi publik bukan seperti yang dikesankan (di framming) seolah program ini hadir semata karena ‘keinginan’ Presiden Prabowo, jauh lebih substantis dan bermakna bahwa program MBG dihadirkan karena ‘kebutuhan’ rakyat banyak bagi peningkatan kualitas hidup tiap rumah tangga dan generasi anak-anak indonesia.
Gagasan pemikiran sederhana ini semata sebagai bentuk partisipasi dan berkontribusi memberikan alternatif sebagai solusi bijak (win-win solution) untuk memperkuat efektifitas dan legitimasi kebijakan program prioritas pemerintah demi peningkatan kualitas hidup generasi masa depan di republik tercinta ini. semoga bermanfaat.    

Penulis adalah Pendiri Instim Kalbar (kajian kewilayahan & pemberdayaan desa) dan Penasehat Senior JARI Boneo Barat, tinggal di Pontianak.   

Connect with Us

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *