Laporan Safenett Juli-September 2024: Situasi Politik Nasional Pengaruhi Pelanggaran Hak Digital 

Ilustrasi: Safenett

StarNusantara JAKARTA,- Organisasi masyarakat sipil Safenett menyatakan, situasi politik nasional di Indonesia masih memengaruhi pelanggaran hak-hak digital selama periode Juli hingga September 2024. 

Menurut Direktur Eksekutif Safenett, Nenden Sekar Arum, sejumlah situasi politik nasional itu di antaranya soal dua putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemilihan umum yang memicu perdebatan publik. 

Yaitu, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta Pemilu 2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah pada saat pendaftaran.

Putusan itu, lanjut Nenden, sempat akan dibatalkan DPR dengan dugaan untuk memuluskan naiknya anak ketiga Joko Widodo, Kaesang Pangarep. 

Rencana DPR ini lantas memicu gerakan #PeringatanDarurat dan #KawalPutusanMK baik di media sosial maupun aksi demonstrasi. 

“Seturut aksi tersebut, sejumlah pelanggaran hak-hak digital pun terjadi, terutama dari sisi hak atas rasa aman dan KBGO,” kata dia dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta. 

Selain itu, pelanggaran hak-hak digital lain juga masih terjadi di aspek akses internet dan kebebasan berekspresi.

Safenett mencatat, di bagian akses internet terjadi setidaknya 17 gangguan hak akses internet tercatat pada periode triwulan ketiga tahun 2024. 

“Gangguan didominasi sensor dan blokir dengan latar kebijakan “perang melawan judi daring” yaitu pemblokiran situs dan layanan serta penghilangan akun dan penurunan konten media sosial,” kata Nenden. 

Dari sisi kebebasan berekspresi, lanjutnya, terdapat 42 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital pada periode Juli-September 2024 dengan jumlah terlapor atau korban sebanyak 33 orang. 

Adapun dua kasus yang mengemuka adalah tuntutan terhadap Christina Rumahlatu, aktivis perempuan yang dituduh melakukan pencemaran nama baiksaat menyuarakan kerusakan alam di Halmahera, Maluku Utara. 

Kemudian kasus yang terjadi pada Septia, buruh yang mengkritik perusahaannya hingga bergulir ke persidangan. 

Safenett juga mencatat, serangan dan insiden keamanan digital juga terus terjadi selama Juli-September 2024, meskipun jumlahnya menurun dibandingkan periode sebelumnya, yakni dari 90 menjadi 80 kali.

“Serangan digital selama periode ini banyak terjadi pada aktivis, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil yang menggelar aksi #PeringatanDarurat,” ungkap Nenden. 

Kemudian, serangannya antara lain berupa intimidasi melalui WhatsApp dan doxing, sebagaimana terjadi pada LBH Bandung dan LBH Makassar. 

“Ancaman serupa juga terjadi pada beberapa pesohor yang mendukung aksi, seperti Pandji Pragiwaksono dan Andovi da Lopez,” kata dia. 

Terakhir, kekerasan berbasis gender online (KBGO) selama periode Juli – September juga masih marak dengan 599 kasus. Korban terbanyak adalah perempuan (47,4 persen) dibandingkan korban laki-laki (42,7 persen). 

“Dari sisi sebaran wilayah, Jawa Barat masih paling banyak dengan 142 aduan, kemudian Jawa Tengah (72 aduan), Jawa Timur (65 aduan) dan luar Indonesia (22 aduan),” imbuh Nenden Sekar Arum. 

Penulis: Kurniati Syahdan

Connect with Us

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *